*cerita seekor kambing dan dua remaja yg cantik hatinya
Ada dua kakak-adik perempuan, satu namanya Puteri (usia 13
tahun, SMP), satu lagi namanya Ais (usia 16 tahun, SMA). Mereka tidak beda
dengan jutaan remaja lainnya, meski tdk berlebihan, juga ikutan gelombang
remaja yg menyukai budaya populer saat ini, seperti lagu2, boyband, film2,
dsbgnya. Kabar baiknya, dua anak ini memiliki pemahaman yg baik, berbeda, dan
itu akan menjadi bagian penting dalam cerita ini.
Suatu hari, guru agama di sekolah Puteri menyuruh murid2nya
utk membuat karangan tentang berkurban. Ini jadi muasal cerita, jika
murid-murid lain hanya sibuk membaca sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail,
lantas menulis karangan, Puteri, entah apa pasal, memasukkan cerita hebat itu
sungguh2 dalam hatinya. Tercengang. Dia bahkan bertanya pd orang tuanya, di
meja makan, apakah keluarga mereka pernah berkurban. Setelah saling tatap
sejenak, orang tua mereka menggeleng, tidak pernah. Ayah mereka buruh pabrik,
Ibu mereka karyawan honorer, ibarat gentong air, jumlah rezeki yg masuk ke
dalam gentong, dengan jumlah yg keluar, kurang lebih sama, jd mana kepikiran
untuk berkorban.
Puteri memikirkan fakta itu semalaman, dia menatap kertas
karangannya, bahwa keluarga mereka tidak pernah berkorban, padahal dulu, Nabi
Ibrahim taat dan patuh mengorbankan anaknya. Bagaimana mungkin? Tidakkah pernah
orang tua mereka terpikirkan untuk berkorban sekali saja di keluarga mereka?
Puteri mengajak bicara kakaknya Ais. Dan seperti yg saya bilang sebelumnya, dua
anak ini spesial, mereka memiliki pemahaman yg baik, bahkan lebih matang
dibanding orang2 dewasa. Maka, mereka bersepakat, mereka akan melakukan
sesuatu.
Uang jajan Puteri sehari 8.000 perak, dikurangi untuk naik
angkot, bersisa 4.000 utk jajan dan keperluan lain. Uang jajan Ais, 10.000
perak, dikurangi untuk naik angkot, bersisa 6.000, juga utk jajan dan keperluan
lain. Mereka bersepakat selama enam bulan ke depan hingga hari raya kurban,
akan menyisihkan uang jajan mereka. Puteri memberikan 2.000, Ais memberikan
3.000 per hari.
Enam bulan berlalu, mereka berhasil mengumpulkan uang 1,1
juta rupiah. Menakjubkan. Sebenarnya dari uang jajan, mereka hanya berhasil
menabung 600.000, mereka juga harus mengorbankan banyak kesenangan lain.
Membeli buku bacaan misalnya, seingin apapun mereka memiliki novel2 baru, jatah
bulanan utk membeli buku mereka sisihkan, mending pinjam, atau baca gratisan di
page/blog, sama saja. Mereka juga memotong besar2an jatah pulsa dari orang tua,
itu juga menambah tabungan. Juga uang hadiah ulang tahun dari
tante/om/pakde/bude. Alhasil, enam bulan berlalu, dua minggu sebelum hari raya
kurban, mereka punya uang 1,1 juta.
Aduh, ternyata, saat mereka mulai nanya2, harga kambing di
tempat penjualan2 kambing itu minimal 1,3 juta. Puteri sedih sekali, uang
mereka kurang 200rb. Menunduk di depan barisan kambing yg mengembik, dan Mamang
penjualnya sibuk melayani orang lain. Tapi kakaknya, Ais, yg tidak kalah
semangat, berbisik dia punya ide bagus, menarik tangan adiknya utk pulang.
Mereka survei, cari di internet. Tidak semua harga kambing itu 1,3 juta. Di
lembaga amil zakat terpercaya, dengan aliansi bersama peternakan besar, harga
kambing lebih murah, persis hanya 1.099.000. Dan itu lebih praktis, tdk perlu
dipotong di rumah. Dan tentu saja boleh2 saja nyari harga kambing yg lebih
murah sepanjang memenuhi syarat kurban. Senang sekali Puteri dan Ais akhirnya
membawa uang tabungan mereka ke counter tebar hewan kurban tsb. Uang lembaran
ribuan itu menumpuk, lusuh, kusam, tapi tetap saja uang, bahkan aromanya begitu
wangi jika kita bisa mencium ketulusan dua kakak-adik tsb.
Mereka berdua tdk pernah bercerita ke orang tua soal kurban
itu. Mereka sepakat melupakannya, hanya tertawa setelah pulang, saling
berpelukan bahagia. Dua bulan kemudian, saat laporan kurban itu dikirim lembaga
amil zakat tersebut ke rumah, Ibunya yang menerima, membukanya--kedua anak
mereka lagi main ke rumah tetangga, numpang menonton dvd film, Ibunya berlinang
air mata, foto2, tempat berkurban, dan plang nama di leher kambing terpampang
jelas, nama Ibunya.
Itu benar, dua kakak-adik itu sengaja menulis nama ibunya.
Itu benar, dua kakak-adik itu ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Tapi di
atas segalanya, dua kakak-adik itu secara kongkret menunjukkan betapa cintanya
mereka terhadap agama ini. Mereka bukan memberikan sisa2 utk berkorban, mereka
menyisihkannya dengan niat, selama enam bulan.
Itulah kurban pertama dr keluarga mereka. Sesuatu yg
terlihat mustahil, bisa diatasi oleh dua remaja yg masih belia sekali. Besok
lusa, jika ada tugas mengarang lagi dari gurunya, Puteri tdk akan pernah
kesulitan, karena sejak tahun itu, Ibu dan Ayah mereka meletakkan kaleng di
dapur, diberi label besar2: 'Kaleng Kurban' keluarga mereka.
*……………………semoga
ada yg tergerak setelah membaca cerita ini.